Senin, Oktober 13, 2025
Google search engine
BerandaKOMISI - CWarga Dukuh Karangan Protes Pembangunan Gedung, Komisi C DPRD Surabaya Desak Evaluasi...

Warga Dukuh Karangan Protes Pembangunan Gedung, Komisi C DPRD Surabaya Desak Evaluasi IMB

Bagikan

LENSA PARLEMEN – SURABAYA
Komisi C DPRD Kota Surabaya, pada Senin (2/6/2025), menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) sebagai respons atas pengaduan dan protes dari warga RT 02 RW 01, Dukuh Karangan, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung. Warga menyatakan penolakan terhadap proyek pembangunan gedung kantor dan workshop di wilayah mereka yang dinilai tidak sesuai dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diterbitkan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Kota Surabaya.

RDP yang berlangsung di ruang rapat Komisi C, dan dipimpin oleh Alif Imam Waluyo ini dihadiri oleh sejumlah pihak terkait, termasuk perwakilan warga, DPRKPP, Dinas Perhubungan (Dishub), Bagian Hukum Pemerintah Kota Surabaya, Camat Wiyung, Lurah Babatan, serta anggota dewan.

Dalam rapat tersebut, warga menyampaikan keberatan atas keberadaan proyek yang direncanakan mencakup pembangunan basement sedalam enam meter dan gedung setinggi enam lantai di lingkungan permukiman padat. Kekhawatiran warga mencakup potensi dampak lingkungan, gangguan terhadap kenyamanan sekitar, serta risiko terhadap keselamatan bangunan di sekitarnya.

Angga, salah satu warga RT 08 yang rumahnya berbatasan langsung dengan proyek pembangunan, menyampaikan keresahannya. Ia menyoroti kondisi gang sempit selebar hanya 1,5 meter yang kini digunakan sebagai akses masuk dump truk dan alat berat lainnya, tanpa izin maupun pemberitahuan kepada warga sekitar.

“Kami khawatir longsor, apalagi di sana ada yayasan anak yatim. Kami tidak setuju jika tetap dibangun basement sedalam 6 meter karena wilayah ini zona kuning,” ujar Angga dengan nada tegas.

Ia pun meminta kejelasan dari pemerintah kota terkait apakah pembangunan basement di tengah permukiman padat memang diperbolehkan secara aturan.

Perwakilan dari DPRKPP, Sugeng, menjelaskan bahwa IMB telah dikeluarkan pada Oktober 2022 untuk pembangunan gedung enam lantai dengan satu lantai basement. Menurutnya, izin tersebut sesuai dengan peruntukan zona perdagangan dan jasa. Ia juga menyatakan bahwa tanggung jawab terhadap dampak kerusakan lingkungan atau bangunan warga berada di pihak pengembang. Namun, jawaban itu dinilai normatif dan tidak meredakan kekhawatiran warga.

Sementara itu, perwakilan dari Dinas Perhubungan (Dishub), Widodo, menyoroti penggunaan akses jalan gang dalam proyek pembangunan yang dinilai tidak sesuai dengan klasifikasi jalan. Ia menjelaskan bahwa jalan kampung yang digunakan tersebut masuk dalam kategori jalan kelas tiga, yang secara aturan hanya boleh dilalui kendaraan dengan beban maksimal 8 ton. Namun, dalam pelaksanaannya, proyek justru memanfaatkan kendaraan berat yang melebihi kapasitas tersebut.

“Itu seharusnya sudah ditindak oleh kepolisian, tapi hingga kini belum ada penindakan,” ujarnya.

Widodo juga menambahkan bahwa pihak pengembang sebelumnya telah berkomitmen untuk memperbaiki sejumlah fasilitas umum yang dibongkar selama proses pembangunan. Namun hingga kini, pelaksanaan perbaikan di lapangan masih belum menunjukkan kejelasan.

Sukadar, Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya (Foto:B4M)

Anggota Komisi C DPRD, Sukadar, turut menyayangkan diterbitkannya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang memberikan akses proyek melalui gang sempit. Ia menilai terdapat kekeliruan administratif karena seharusnya akses proyek dilakukan melalui Jalan Raya Menganti, bukan melalui jalan kampung.

“Ini kesalahan sistematis yang seolah-olah dilegalkan. Kalau memang ada pelanggaran, Pemkot harus bertindak tegas,” tegasnya.

Ia pun mendesak Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (DPRKPP) untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perizinan yang telah dikeluarkan, serta mengambil langkah tegas terhadap setiap pelanggaran prosedural yang ditemukan.

Di sisi lain, Siti Maryam, anggota Komisi C DPRD, juga menekankan pentingnya penggunaan bahasa yang sederhana namun tegas dalam menyampaikan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP). Menurutnya, kejelasan komunikasi sangat krusial agar masyarakat memahami substansi pembahasan dan langkah yang akan diambil.

“Ini soal kekhawatiran warga. Kalau basement itu tidak aman, harus dihentikan. Jangan menunggu longsor baru bertindak,” ucapnya.

Ia juga menyoroti ketimpangan dalam pemberian kompensasi kepada warga terdampak, dan meminta pemerintah agar lebih bijaksana dalam memediasi konflik antara warga dan pihak pengembang.

Hasil rapat dengar pendapat tersebut komisi C membuat catatan penting. Di antaranya, permintaan untuk mengevaluasi kembali izin proyek, menjamin keselamatan warga sekitar, serta menguatkan peran pemerintah sebagai jembatan komunikasi antara warga dan pengembang.

Komisi C juga mendesak aparat penegak hukum serta instansi teknis terkait untuk bersikap tegas dalam menegakkan aturan, khususnya terhadap pelanggaran kelas jalan dan potensi gangguan lingkungan.

Konflik antara warga Dukuh Karangan dan pihak pengembang menjadi potret nyata dari persoalan tata ruang perkotaan yang belum sepenuhnya terselesaikan. Ketika pembangunan fisik bertabrakan dengan kepentingan dan kenyamanan warga, maka regulasi harus ditegakkan secara konsisten. RDP ini menjadi sinyal bahwa masyarakat tidak tinggal diam terhadap potensi ancaman terhadap keselamatan dan kualitas hidup mereka.

Kini, perhatian publik tertuju pada langkah konkret Pemerintah Kota Surabaya dalam merespons keresahan warga. Jangan sampai kelanjutan proyek di tengah berbagai pengaduan justru meruntuhkan pondasi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. (B4M)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img

Most Popular

Recent Comments