LENSA PARLEMEN – SURABAYA
Komisi C DPRD Kota Surabaya menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan berbagai pihak terkait, termasuk Dinas Pemerintah Kota Surabaya, Ketua Forum Masyarakat Madani Maritim (FMMM), dan Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Rapat ini bertujuan untuk membahas proyek pulau buatan di tengah Laut Surabaya, Surabaya Water Front Land (SWL), yang termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Hasil rapat tersebut memutuskan bahwa Komisi C DPRD Surabaya menolak pembangunan SWL dan akan berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk membatalkan proyek tersebut.
Keputusan ini diambil setelah mendengar pandangan dari perwakilan FMMM yang terdiri dari 44 elemen masyarakat serta berbagai dinas terkait. Rapat tersebut dihadiri dari dinas terkait antara lain: Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman serta Pertanahan, Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan, Badan Penanggulangan Bencana Alam, Bagian Hukum dan Kerjasama, serta Ketua PII.
Ketua Komisi C, Eri Irawan, menegaskan bahwa penolakan terhadap proyek SWL didasarkan pada dampak buruk yang dapat ditimbulkan, terutama terkait ancaman banjir dan kerusakan ekosistem akibat penutupan sembilan muara di sekitar lokasi pembangunan.
“Pada intinya, kami (komisi C DPRD Surabaya-red) bersepakat menolak pembangunan pulau buatan di tengah laut Surabaya (Surabaya Water Front Land) yang masuk dalam program Proyek Strategis Nasional (PSN), dan kami akan berusaha untuk berkoordinasi dengan pihak yang berwenang untuk membatalkan proyek tersebut,” Tegas Eri Irawan. Senin (6/01/2025)
Eri Irawan legislator dari PDI-P juga mengungkapkan bahwa Pemkot Surabaya tidak akan memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang signifikan dari proyek tersebut, justru akan terbebani dengan biaya pemeliharaan yang semakin besar akibat dampak lingkungan yang ditimbulkan.
“Karena 9 muara disana akan tertutup akibat pembangunan pulau-pulau itu, maka konsekuensinya cost untuk pemeliharaan, pembuatan saluran dll, juga akan semakin besar. Lha ini tentu tidak sepadan dengan manfaat yang dihasilkan,” tuturnya.
Sementara itu, Anggota Komisi C legislator partai Demokrat, Herlina Harsono Njoto, juga menyatakan bahwa penolakan ini bukan berarti mereka anti pembangunan. Menurutnya, pembangunan yang tercatat dalam PSN tersebut kurang matang perencanaannya dan tidak memperhitungkan dampak terhadap ekosistem dan masyarakat pesisir, khususnya nelayan.
“Artinya tidak berdasarkan situasi dan kondisi saat ini, lantas dampak yang akan ditimbulkan terhadap ekosistem dan masyarakat pantai terutama nelayan yang imbasnya terhadap perekonomian berbagai sektor yang berkembang di sekitar lokasi tersebut,” jelasnya.
Karena, lanjut Herlina, jika konteksnya pembangunan maka prioritas utamanya adalah menumbuhkembangkan masyarakat sekitar. Artinya, lebih berdaya dari sisi ekonomi, kalau sebelumnya adalah nelayan maka seharusnya bisa menjadi tuan di wilayahnya sendiri. Bukan hanya menjadi penonton saja.
“Faktanya, atlantis land yang dikembangkan oleh developer yang sama (PT. Granting Jaya) dan nantinya akan menjadi satu kesatuan, sampai saat ini tidak mampu memberikan dampak ekonomi yang signifikan terhadap masyarakat di sekitarnya. Maka track record ini juga menjadi penting untuk dijadikan pertimbangan,” tandasnya.
Meskipun PSN SWL telah tertuang dalam peraturan pemerintah, implementasinya tetap membutuhkan perhatian yang serius dari seluruh pihak terkait. Pemkot Surabaya telah mencatat beragam pandangan yang ada dan berkomitmen untuk melibatkan masyarakat serta DPRD dalam setiap tahapannya. Dengan dialog yang konstruktif dan kolaborasi yang erat, diharapkan program ini dapat mencapai tujuan utamanya, yakni menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi seluruh warga Surabaya.
Dwija, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan kota Surabaya, menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengawal proyek ini dengan mempertimbangkan kearifan budaya lokal dan dampak yang mungkin ditimbulkan terhadap kemaslahatan warga Surabaya.
“Pemkot Surabaya terus akan mengawal dengan mempertimbangkan kearifan budaya local terutama yang menyangkut soal kemaslahatan warga Kota Surabaya. Jadi dalam perjalanannya kami terus memberikan masukan dan saran terkait dampak yang harus diantisipasi,” kata Dwija. (B4M)