LENSA PARLEMEN – SURABAYA
Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, H. Buchori Imron, menyoroti rendahnya tingkat kepatuhan para sopir angkutan umum terhadap aturan lalu lintas dan ketentuan operasional. Menurutnya, perilaku tidak tertib di jalanan dapat berdampak buruk pada citra transportasi publik di mata masyarakat.
“Mentaati aturan itu penting, jangan sampai masyarakat menilai negatif, karena kadang-kadang kan banyak sopir-sopir itu sembarangan di jalanan dan dianggap ugal-ugalan,” ujarnya, Rabu (22/10/2025).
Ia menjelaskan, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya telah menyalurkan subsidi dengan sistem timeline yang wajib dipatuhi para sopir. Skema tersebut dibuat agar sopir tetap beroperasi sesuai jadwal dan tidak ngetem terlalu lama di terminal atau di pinggir jalan, yang kerap menjadi salah satu penyebab kemacetan.
Namun, kondisi lalu lintas yang padat seringkali membuat para sopir kesulitan mematuhi jadwal yang ditentukan. Situasi ini, lanjut Buchori, berpotensi menimbulkan sanksi dan pengurangan subsidi bagi sopir yang tidak dapat memenuhi target waktu.
“Nah karena kondisi jalan macet yang tidak bisa diperkirakan, akhirnya tidak bisa memenuhi timeline itu. Padahal kalau tidak memenuhi timeline, akan ada sanksi terhadap subsidi yang mestinya mereka terima. Akhirnya ngejar mereka,” kata legislator senior PPP ini.
Sebagai solusi, Komisi C mendorong penerapan sistem reward bagi sopir yang disiplin dan tepat waktu. Insentif ini diharapkan dapat menjadi pemicu bagi para sopir untuk lebih bijak mengatur waktu dan menyesuaikan diri dengan kondisi di lapangan.
“Untuk itu, supaya semuanya bisa terpenuhi, harus ada reward untuk sopir-sopir supaya bisa tepat waktu. Toh mereka bisa ngatur sendiri di lapangan,” ujarnya.
Ia juga mengusulkan agar pelanggan turut berperan dalam sistem penilaian, misalnya dengan memberikan evaluasi acak terhadap pelayanan sopir sebagai bagian dari mekanisme reward.
Selain kedisiplinan sopir, Buchori turut menyinggung pentingnya peningkatan fasilitas dan sarana transportasi umum. Ia menilai Dishub perlu segera menindaklanjuti penerapan aturan yang telah disepakati, mengingat program subsidi sudah berjalan cukup lama.
Menjawab wacana mengenai kemungkinan penerapan jalur khusus bus (busway) seperti di Jakarta, Buchori menilai hal itu belum realistis diterapkan di Surabaya.
Menurutnya, keterbatasan anggaran serta kondisi jalan yang belum mendukung menjadi alasan utama mengapa kebijakan serupa masih sulit diwujudkan.
Dalam kesempatan yang sama, Buchori juga menyoroti maraknya mobil-mobil tua yang masih beroperasi meski izin trayeknya sudah tidak berlaku. Dari data yang diterimanya, hanya sekitar 35 unit kendaraan yang masih memiliki izin aktif, sementara sisanya beroperasi secara ilegal.
Meski begitu, ia memahami alasan para sopir yang tetap beroperasi karena keterbatasan lapangan pekerjaan.
“Mobil-mobil tua itu sebenarnya sudah tidak ada izin trayeknya, karena sudah mati semua, hanya tinggal 35 saja yang masih hidup, mereka merasa terpaksa, tidak ada kerjaan lain walau tahu kalau melanggar,” pungkasnya.
H. Buchori berharap, permasalahan tersebut segera mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah agar transportasi umum di Surabaya dapat berjalan lebih tertib, aman, dan nyaman bagi masyarakat.
B4M/Lensa Parlemen








