Lensa Parlemen – Surabaya
Pemerintah Kota Surabaya resmi menerapkan kebijakan jam malam bagi anak-anak melalui Surat Edaran (SE) Nomor 400.2.4/12681/436.7.8/2025, yang mulai diberlakukan pada Sabtu (21/6/2025). Kebijakan ini bertujuan melindungi hak anak serta menciptakan lingkungan yang lebih aman dan kondusif, sejalan dengan komitmen Surabaya sebagai bagian dari inisiatif global Child Friendly Cities Initiative (CFCI) UNICEF.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan bahwa pembatasan aktivitas anak di luar rumah dari pukul 22.00 hingga 04.00 WIB merupakan langkah preventif terhadap berbagai risiko, seperti kenakalan remaja, pergaulan bebas, penyalahgunaan zat adiktif, dan tindak kekerasan.
“Ini bukan semata soal pembatasan, tapi perlindungan. Anak-anak harus difokuskan pada pendidikan, waktu istirahat yang cukup, dan lingkungan yang positif,” kata Eri.
DPRD Surabaya Dukung Penuh
dr. Zurotul Mar’ah, anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya yang membidangi pendidikan, menyampaikan apresiasi dan dukungannya terhadap kebijakan ini.
“Kami mendukung penuh penerapan jam malam anak. Ini sejalan dengan upaya membentuk karakter anak yang disiplin dan terlindungi dari potensi negatif di luar rumah. Pendidikan karakter tidak hanya tugas sekolah, tapi juga harus didukung oleh regulasi seperti ini,” ujar dr. Zurotul Mar’ah kepada Lensa Parlemen, Minggu (22/6).
Ia juga menambahkan bahwa implementasi jam malam harus diiringi dengan edukasi menyeluruh kepada orang tua, sekolah, dan masyarakat agar tidak menimbulkan resistensi maupun kesalahpahaman.
“Pengawasan dan edukasi kepada orang tua sangat penting. Anak yang berada di luar rumah tanpa pengawasan bisa terjebak dalam lingkungan yang berbahaya. Oleh karena itu, peran keluarga menjadi sangat krusial dalam keberhasilan program ini,” imbuhnya.
Pengecualian dan Sanksi Edukatif
SE tersebut memberikan beberapa pengecualian bagi anak-anak yang berada di luar rumah, seperti mengikuti kegiatan sekolah, keagamaan, atau keadaan darurat. Namun, aktivitas tanpa pengawasan seperti nongkrong di warung kopi, warnet, atau terlibat dalam komunitas berisiko tetap dilarang.
Bagi yang melanggar, Pemkot Surabaya akan menerapkan pendekatan persuasif dan edukatif, termasuk pembinaan oleh petugas, serta program Rumah Perubahan dan Rumah Ilmu Arek Suroboyo (RIAS).
Orang tua juga dapat dikenai kewajiban mengikuti kelas parenting, dengan monitoring dari pihak RT/RW dan kelurahan.
Sinergi Warga dan Pemerintah
Pemerintah menyerukan keterlibatan masyarakat melalui kebangkitan kembali Siskamling/Jogo Tonggo Suroboyo dengan fokus utama pada perlindungan anak. Orang tua diimbau menerapkan nilai-nilai 7 Karakter Anak Indonesia Hebat dan mendorong Gerakan 1 Jam Berkualitas Tanpa Gawai Bersama Keluarga.
Dengan kebijakan ini, Surabaya berharap dapat memperkuat ketahanan anak dari pengaruh negatif, serta menciptakan generasi muda yang sehat secara fisik dan mental.
“Ini adalah bentuk nyata komitmen kota Surabaya sebagai kota ramah anak. Kebijakan ini bukan membatasi, tetapi melindungi dan membentuk masa depan anak-anak kita,” tutup dr. Zurotul Mar’ah Legislator Partai Amanat Nasional (PAN). (B4M)