LENSA PARLEMEN – SURABAYA
Komisi A DPRD Kota Surabaya memberikan perhatian serius terhadap program intervensi Gen Z yang masuk dalam pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2026. Program baru yang diinisiasi oleh Pemerintah Kota Surabaya ini dinilai belum selaras antara tujuan awal dan implementasi di lapangan.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Pdt. Rio Dh. I. Pattiselano, S.Kom., mengungkapkan bahwa dalam rapat kerja bersama seluruh camat dan lurah se-Kota Surabaya pada Jumat (17/10/2025), ditemukan sejumlah kejanggalan dalam penyusunan RKA, terutama terkait program intervensi Gen Z.
“Kami menemukan bahwa kegiatan dalam program intervensi Gen Z yang diajukan dalam RKA justru lebih banyak mengarah pada pengadaan barang, bukan pada upaya pemberdayaan atau pengembangan kapasitas generasi muda sebagaimana semangat awalnya,” ujar Rio, Senin (20/10).
Program intervensi Gen Z merupakan nomenklatur baru dalam struktur APBD 2026, dengan alokasi anggaran mencapai Rp47 miliar. Dana tersebut akan dibagi ke seluruh kelurahan di Surabaya, total 153 kelurahan dengan besaran yang bervariasi sesuai jumlah Rukun Warga (RW) di masing-masing wilayah.
Setiap RW direncanakan menerima alokasi Rp35 juta. Sebagai ilustrasi, jika satu kecamatan memiliki 48 RW, maka kecamatan tersebut akan menerima anggaran sebesar Rp1,68 miliar.
Meski demikian, minimnya sosialisasi dari Pemerintah Kota Surabaya mengakibatkan banyak lurah dan camat belum memahami secara utuh arah dan tujuan program tersebut. Bahkan, menurut Rio, ada lurah yang baru mengetahui keberadaan program ini hanya beberapa hari sebelum penyusunan RKA.
“Ada perbedaan pemahaman yang cukup mencolok antar lurah dan camat. Hal ini terjadi karena sosialisasi dari Pemkot sangat terbatas. Kami temukan ada lurah yang baru mendapatkan informasi program ini hanya enam hari sebelum penyusunan anggaran,” jelasnya.
Rio menegaskan bahwa program intervensi Gen Z semestinya diarahkan untuk mendorong kreativitas dan partisipasi generasi muda dalam kegiatan berbasis potensi dan kearifan lokal. Namun, dalam draf RKA yang diajukan, kegiatan yang tercantum justru didominasi oleh belanja fisik, seperti pembelian alat atau perlengkapan.
“Kalau kegiatan hanya berisi pengadaan barang, maka ini bukan lagi program pemberdayaan pemuda, melainkan sekadar pengadaan. Ini tidak tepat sasaran,” tegasnya.
Ia mencontohkan bahwa banyak kelurahan di Surabaya memiliki potensi lokal seperti seni musik tradisional, komunitas nelayan, kuliner khas, hingga kegiatan ekonomi kreatif yang bisa menjadi medium aktualisasi bagi generasi muda.
Atas sejumlah temuan tersebut, Komisi A DPRD Surabaya memutuskan untuk mengembalikan seluruh dokumen RKA kepada masing-masing kecamatan dan kelurahan guna direvisi. Pemerintah kota juga diminta untuk memberikan pendampingan secara intensif melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), agar program benar-benar disusun sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik wilayah.
“Kami minta agar seluruh RKA dikembalikan untuk diperbaiki. Harus ada penyesuaian dengan potensi lokal dan kebutuhan nyata generasi muda di tiap wilayah,” kata Rio.
Komisi A menjadwalkan pertemuan lanjutan bersama para camat dan lurah dalam waktu dekat untuk meninjau hasil revisi dan memastikan arah kebijakan berjalan sesuai rencana.
Selain program intervensi Gen Z, dalam pembahasan tersebut turut dibahas program-program lain seperti Kader Surabaya Hebat (KSH), Dana Kelurahan (Dakel), serta program penanggulangan kemiskinan. Namun, Rio menekankan bahwa untuk program-program baru seperti intervensi Gen Z, pengawasan harus dilakukan secara lebih ketat agar tidak sekadar menjadi formalitas penyerapan anggaran.
“Jangan sampai hanya karena ada anggaran, lalu dipaksakan diserap tanpa pemahaman yang matang terhadap objek dan sasarannya. Ini bisa menjadi pemborosan,” pungkasnya.
B4M/Lensa Parlemen








