Rabu, Oktober 15, 2025
Google search engine
BerandaKOMISI - DPerempuan Bukan Komoditas: DPRD Tekankan Pemberdayaan dan Perlindungan

Perempuan Bukan Komoditas: DPRD Tekankan Pemberdayaan dan Perlindungan

Bagikan

LENSA PARLEMEN – SURABAYA
Angka kekerasan terhadap perempuan di Surabaya terus menjadi sorotan. Data tahun 2024 menunjukkan bahwa dari total 1.762 kasus kekerasan terhadap perempuan di Jawa Timur, Surabaya menempati posisi tertinggi dengan 254 kasus. Menyikapi situasi ini, Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama KOPRI dan PC PMII Surabaya, didampingi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) pada Selasa (6/5).

RDP ini difokuskan untuk membahas strategi pemberdayaan dan perlindungan perempuan di Surabaya. Dalam forum tersebut, Johari Mustawan, STP MARS, anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya dari Fraksi PKS yang akrab disapa Bang Jo, menekankan pentingnya kepedulian terhadap perempuan sebagai fondasi membangun peradaban kota yang kuat.

“Barangsiapa yang konsen terhadap pemberdayaan dan perlindungan perempuan, maka sesungguhnya kita sedang mempersiapkan sebuah kota atau negeri yang kuat,” ujar Bang Jo, mengutip pernyataan seorang Tabi’in.

Johari Mustawan, STP MARS, anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya dari Fraksi PKS (Foto:B4M)

Bang Jo memberikan sejumlah catatan penting kepada KOPRI dan PC PMII Surabaya. Ia menegaskan bahwa langkah pertama dalam memberdayakan perempuan adalah menentukan posisi gerakan. Menurutnya, organisasi perlu memulai dari langkah kecil yang paling mudah dilakukan, kemudian berkembang secara bertahap.

“Dengan banyaknya persoalan, maka KOPRI dan PMII perlu menentukan posisioning dan mulai dari yang paling mungkin dilakukan. Koordinasi dengan DP3APPKB menjadi kunci,” kata Bang Jo dalam keterangan tertulisnya, Jum’at (9/5/2025).

Lebih lanjut, ia mendorong kolaborasi lintas sektor bersama tenaga ahli, seperti konsultan, psikolog, dan pakar pendidikan serta kesehatan, untuk memberikan pendampingan yang lebih komprehensif kepada korban kekerasan, khususnya dalam kasus kekerasan seksual dan pelecehan.

Selain pendekatan struktural, Bang Jo juga menyinggung pentingnya perubahan paradigma. Ia menilai bahwa eksploitasi terhadap perempuan—termasuk melalui dunia hiburan malam—menjadi akar kekerasan yang sering tidak disadari.

“Ketika perempuan dijadikan komoditas hiburan, di situlah kekerasan bermula. Banyak perempuan bekerja di tempat hiburan karena alasan ekonomi atau merasa nyaman, padahal ini bisa menjadi pintu masuk terjadinya pelecehan,” tegasnya.

Sebagai solusi jangka panjang, Bang Jo mengusulkan pentingnya menyediakan alternatif pekerjaan yang lebih layak dan tidak mengeksploitasi perempuan, seperti menjadi guru PAUD, pendamping sosial, atau pelaku UMKM.

“Ini pekerjaan rumah kita bersama. Kita perlu menciptakan ekosistem kerja yang aman, bermartabat, dan sesuai dengan potensi perempuan,” tutupnya. (B4M)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img

Most Popular

Recent Comments