LENSA PARLEMEN – SURABAYA
Legislator Partai NasDem ingin pembangunan sekolah disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tentang wajibnya pendidikan gratis bagi SD-SMP negeri dan swasta
Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya dari Fraksi Gabungan Partai NasDem-Demokrat-PPP, Imam Syafi’i, menyarankan agar rencana pembangunan tiga Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) baru oleh Pemkot Surabaya dihentikan sementara. Usulan ini disampaikan agar kebijakan daerah selaras dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait wajibnya penyediaan pendidikan gratis bagi siswa SD dan SMP, baik negeri maupun swasta, di seluruh Indonesia.
“Kalau prosesnya belum berjalan, sebaiknya pembangunan tiga SMPN ini distop dulu. Tujuannya agar sinkron dengan putusan MK,” ujar Imam dalam pernyataannya, kepada media lensaparlemen.id, Selasa (1/7).
Menurut Imam, Pemkot berencana membangun tiga dari lima SMPN baru tahun ini dengan anggaran sekitar Rp60–66 miliar, atau sekitar Rp20–22 miliar per sekolah. Namun, ia menilai langkah tersebut bisa menjadi kurang efektif di tengah keterbatasan tenaga pengajar dan potensi alternatif lain yang lebih efisien.
“Daripada membangun gedung baru, lebih baik mengoptimalkan sekolah swasta yang sudah ada, yang bisa ‘dinegerikan’ dalam tanda kutip. Artinya, operasional sekolah tetap swasta, tapi guru-guru dan fasilitasnya dibiayai APBD,” jelasnya.
Imam menyebut bahwa langkah serupa telah dilakukan di Jakarta, di mana guru sekolah swasta dapat dikontrak secara individual oleh pemerintah dengan upah minimal sesuai UMK. Skema ini dinilai lebih fleksibel dan cepat diterapkan dibanding pembangunan fisik sekolah yang butuh waktu dan sumber daya besar.
Selain efisiensi anggaran, Imam menyoroti persoalan kekurangan guru di Surabaya. Ia mencatat, saat ini SDN dan SMPN kekurangan lebih dari 1.000 guru. Menurutnya, menambah sekolah baru tanpa memprioritaskan distribusi guru justru berpotensi menimbulkan ketimpangan layanan pendidikan.
“Kalau sekolah baru jadi, tapi gurunya belum siap, itu bisa jadi masalah baru. Dan kalau guru baru ditugaskan di sekolah baru, sementara sekolah lain masih kekurangan, pasti akan menimbulkan protes,” ujarnya.
Imam juga mengingatkan bahwa masyarakat selama ini mendorong pendirian sekolah negeri agar mendapat layanan pendidikan gratis. Dengan keluarnya putusan MK, pemerintah seharusnya bisa menghadirkan sekolah gratis tanpa membatasi diri pada status negeri, tetapi juga memberdayakan sekolah swasta yang berkualitas.
“Selama ini sekolah swasta tetap memungut biaya meski sudah mendapat BOS dan BOPDA. Kalau kita bantu lagi lewat APBD, siswa bisa sekolah gratis tanpa perlu memindahkan mereka ke sekolah negeri,” katanya.
Ia menambahkan, proses seleksi dan pembinaan terhadap sekolah swasta yang akan didukung harus dilakukan secara ketat, termasuk peningkatan kualitas guru dan fasilitasnya. “Tak semua sekolah swasta bisa serta-merta disamakan. Tapi kalau dipilih yang kualitasnya sudah bagus, tinggal sedikit peningkatan,” tambahnya.
Imam menegaskan, usulan ini bersifat preventif dan adaptif terhadap perubahan regulasi nasional. Ia berharap Pemkot mempertimbangkan skema ini dengan matang sebelum melangkah lebih jauh.
“Kalau proses pembangunan belum berjalan atau masih bisa dibatalkan, sebaiknya ditinjau ulang. Tapi kalau sudah berjalan dan tidak bisa dibatalkan, monggo diteruskan,” tutupnya.
(B4M/Lensa Parlemen)