LENSA PARLEMEN – SURABAYA
3 November 2025 – Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar rapat koordinasi bersama Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (BEM FEB) Universitas Airlangga (Unair), Senin (3/11). Agenda tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil seminar yang membahas pelaksanaan program Kawal APBD 2025, dengan fokus utama pada isu pemerataan akses dan kualitas pendidikan di Kota Pahlawan.
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, berlangsung di ruang komisi DPRD dalam suasana interaktif. Hadir pula perwakilan Dispendik, Bappedalitbang, serta sejumlah anggota dewan lainnya.
Dalam kesempatan itu, perwakilan BEM FEB Unair memaparkan hasil kajian berbasis data lapangan yang menggambarkan potret ketimpangan pendidikan di Surabaya. Kajian tersebut mencakup aspek akreditasi sekolah, rasio guru terhadap siswa, serta ketersediaan fasilitas digital di berbagai wilayah.
Koordinator Kajian BEM FEB Unair, Yeni, menyampaikan bahwa meskipun angka harapan lama sekolah di Surabaya telah mencapai 14,29 tahun dan rata-rata lama sekolah 11,68 tahun, pemerataan kualitas pendidikan belum sepenuhnya tercapai.
“Indikator kuantitatif memang menunjukkan capaian positif, tetapi disparitas antarwilayah masih cukup nyata, terutama di sekolah-sekolah pinggiran kota,” ujarnya.
Pertemuan tersebut diharapkan menjadi langkah awal kolaborasi antara DPRD, pemerintah daerah, dan kalangan akademisi untuk memastikan alokasi anggaran pendidikan dalam APBD 2025 benar-benar berpihak pada peningkatan mutu serta pemerataan akses pendidikan di Surabaya.
“Beberapa wilayah seperti Kenjeran, Krembangan, dan Asemrowo memiliki proporsi sekolah berakreditasi A yang lebih rendah serta rasio murid-guru yang lebih tinggi dibanding wilayah pusat dan selatan,” tambah Yeni.
Ia juga menilai anggaran pendidikan yang mencapai Rp2,58 triliun belum digunakan secara optimal untuk mendorong pemerataan sarana dan akses di wilayah pinggiran.
“Pemerataan akses dan keadilan pendidikan perlu lebih dioptimalkan. Anggaran sebesar itu seharusnya bisa benar-benar menyentuh kebutuhan dasar sekolah di daerah yang tertinggal,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEB Unair, Rafly Mardiansyah, berharap sinergi antara mahasiswa dan DPRD dapat terus diperkuat. Ia mencontohkan model kerja sama antara BEM UGM dan DPRD Yogyakarta yang telah rutin terjalin setiap tahun.
“Harapannya, kolaborasi seperti itu juga bisa dilakukan di Surabaya agar advokasi mahasiswa benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi D, dr. Zuhrotul Mar’ah, mengingatkan agar pembangunan sekolah negeri baru tidak mengorbankan keberlangsungan sekolah swasta. Menurutnya, banyak sekolah swasta kini mulai kekurangan murid akibat meningkatnya minat ke sekolah negeri.
“Harus ada perhitungan standar biaya minimal pendidikan yang adil bagi sekolah negeri dan swasta agar keduanya bisa tumbuh bersama,” tegasnya.
Anggota Komisi D lainnya, Imam Syafii, turut menyoroti capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Surabaya tahun 2023 yang dinilai belum optimal.
“IPM kita masih 83,99, kalah dari Yogyakarta dan Malang. Padahal APBD kita jauh lebih besar. Ini menunjukkan ada yang perlu dibenahi dalam pemerataan hasil pendidikan,” ujarnya.
Ia juga mendorong agar program beasiswa bagi mahasiswa miskin serta kegiatan belajar masyarakat seperti Sinau Bareng di Balai RW dapat dijalankan secara berkelanjutan.
Menanggapi berbagai masukan tersebut, Kepala Dispendik Surabaya, Yusuf Masruh, menyatakan pihaknya siap memperkuat pemerataan mutu pendidikan, termasuk bagi anak-anak berkebutuhan khusus. “Harapannya nanti kita bisa saling mengisi, baik pemerintah, mahasiswa, maupun masyarakat. Formulasinya akan kita detailkan agar daya tampung, sarana, dan akses benar-benar merata,” ujarnya.
Yusuf menambahkan, Dispendik juga akan menindaklanjuti sejumlah usulan seperti peningkatan kualitas pembelajaran digital, program kesetaraan pendidikan, hingga dukungan transportasi bagi pelajar yang tinggal jauh dari sekolah.
“Kalau digitalisasi dan akses transportasi sudah baik, proses belajar anak-anak Surabaya akan semakin menyenangkan,” katanya optimistis.
Menutup rapat, Ketua Komisi D DPRD Surabaya, dr. Akmarawita Kadir, menyampaikan apresiasi kepada BEM FEB Unair atas kontribusi data dan analisis yang disampaikan. “Presentasi adik-adik BEM membuka mata kami bahwa pemerataan pendidikan tidak bisa dilihat hanya dari angka statistik, tapi dari sisi keberpihakan terhadap kelompok yang belum terlayani,” ujarnya.
Akmarawita juga menegaskan bahwa DPRD siap menindaklanjuti hasil rapat dengan penyusunan nota kesepahaman antara Komisi D dan pihak kampus. “Kolaborasi ini penting agar fungsi pengawasan kami di DPRD makin berbasis fakta dan bisa dipertanggungjawabkan. Pemerataan pendidikan harus dirasakan oleh semua warga Surabaya, termasuk mereka yang disabilitas,” pungkasnya.
B4M/Redaksi Lensa Parlemen








