LENSA PARLEMEN – SURABAYA
Pemerintah Kota Surabaya memastikan langkah efisiensi dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026 akan membuka ruang pembiayaan pinjaman daerah secara lebih sehat dan terukur. Hal ini disampaikan Johari Mustawan, anggota Badan Anggaran DPRD Kota Surabaya, usai mengikuti rapat pembahasan APBD 2026 bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Senin (29/9/2025).
Menurut Johari, salah satu upaya yang dilakukan adalah penyesuaian nominal pinjaman daerah yang semula dirancang sebesar Rp2,9 triliun menjadi Rp1,592 triliun. Penyesuaian ini dilakukan guna mengantisipasi berbagai tantangan fiskal, termasuk potensi penurunan anggaran transfer pusat ke daerah sebesar Rp730 miliar.
“Setelah efisiensi itulah kita bisa mengalokasikan untuk memenuhi pinjaman daerah. Ini juga untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kenaikan pajak bagi masyarakat Surabaya,” ujar Johari kepada media, Senin (29/9).
Johari menjelaskan, pinjaman daerah yang diajukan sudah dilengkapi dengan Feasibility  studi serta analisa risiko dari Pemerintah Kota Surabaya. Saat ini, proses masih dalam tahap negosiasi dengan dua lembaga pembiayaan, yakni Bank Jatim dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
“Margin rate-nya belum disepakati. Tapi kami tekankan agar di bawah 6 persen per tahun,” katanya.
Pinjaman tersebut, lanjut Johari, diprioritaskan untuk membiayai proyek-proyek strategis yang berdampak langsung terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), pertumbuhan ekonomi, pengurangan angka pengangguran, dan penurunan kemiskinan di Kota Surabaya.
Skema pengembalian pinjaman dirancang agar selesai dalam empat tahun, atau hingga akhir masa jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya saat ini. Pemerintah kota diminta memperhitungkan efisiensi belanja wajib, tanpa mengganggu pelaksanaan program-program mandatori seperti pendidikan dan kesehatan.
“Yang penting skema pengembalian jelas, punya kemampuan, dan tetap menjaga belanja wajib seperti pendidikan, kesehatan, dan pelayanan dasar lainnya,” tegas Johari.
Sektor infrastruktur akan tetap menjadi fokus utama penggunaan dana pinjaman. Proyek-proyek seperti Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB), Jalan Wiyung, serta pengembangan wilayah seperti Gunungsari menjadi prioritas utama. Proyek ini ditargetkan tuntas lebih awal agar manfaatnya bisa dirasakan masyarakat sejak awal masa anggaran.
Johari juga merinci tahapan pencairan pinjaman yang telah disepakati Badan Anggaran dan Pemkot. Total pinjaman yang diajukan semula mencapai Rp5,48 triliun, namun kemudian disesuaikan menjadi maksimal Rp3,6 triliun dalam tiga tahap:
Rp452 miliar pada tahun 2025
Rp1,592 triliun pada tahun 2026
Sisanya pada tahun 2027
Semua proyek akan tetap mengacu pada dokumen studi kelayakan yang sudah disusun oleh Pemkot Surabaya. DPRD akan melakukan pengawasan ketat guna memastikan implementasi proyek sesuai dengan rencana.
“DPRD akan mengawasi agar realisasinya sesuai dengan Feasibility studi. Jangan sampai berbeda dengan apa yang dijanjikan di atas kertas,” katanya.
Karena nilai pinjaman melampaui Rp 1 triliun, akses ke dana tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Bappenas. Johari menyebutkan bahwa pihaknya bersama Pemkot sudah melakukan komunikasi intensif dengan Bappenas untuk memastikan kelancaran proses ini.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa pengembangan Surabaya harus selaras dengan wilayah penyangga seperti Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, dan Bangkalan, dalam kerangka kawasan metropolitan Gerbangkertosusila.
Di tengah rencana pembiayaan besar, Johari juga menegaskan bahwa anggaran untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan sosial tidak boleh dikorbankan.
“Pendidikan dan kesehatan jangan sampai turun. Operasional Universal Health Coverage (UHC) harus tetap jalan, termasuk layanan rumah sakit seperti Suwandi, BDH, dan RS EC,” ujarnya.
Dengan skema yang hati-hati dan perencanaan berbasis data, Johari optimistis pembiayaan ini akan memberikan dampak positif yang nyata bagi warga Surabaya.
B4M/Lensa Parlemen