Lensa Parlemen l Surabaya – Komisi A DPRD Surabaya menjadi mediator antara Satpol-PP Jatim dengan Satpol-PP Kota Surabaya, hari ini, Senin (18/1/2021). Hal tersebut setelah tindakan penertiban protokol kesehatan oleh Satpol-PP Jatim ke beberapa tempat usaha di Surabaya, menuai pro dan kontra.
Nanti Komisi A DPRD Surabaya mengundang Satpol Kota Surabaya dan Satpol PP Pemprov Jatim. Adu argumentasi biar dibuka di forum itu,” ujar Ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono, Senin pagi (18/1/2021).
Adi berharap agar kedua instansi tersebut dapat berdiskusi soal tupoksi dan wilayah kewenangannya masing-masing. Tidak hanya itu, lanjut Adi, Komisi A DPRD Surabaya juga akan mengundang ahli hukum otonomi daerah guna memberi keterangan batas-batas kewenangan Satpol-PP provinsi dan kota.
“Jangan sampai antar pemerintah daerah otonom terjadi tumpang-tindih kewenangan, yang membingungkan masyarakat. Selain tidak efektif dan tidak efisien terhadap tumpang-tindih kewenangan itu,” tambahnya.
Pada kesempatan lain, Arif Fathoni anggota Komisi A DPRD Surabaya juga sempat melontarkan kritikan tajam kepada Satpol-PP provinsi Jawa Timur yang belakangan ini dinilai gencar melakukan penertiban protokol kesehatan di beberapa tempat usaha di wilayah Kota Surabaya.
“Saya mengapresiasi upaya Satpol PP Jatim membantu Pemkot Surabaya dalam menegakkan protokol kesehatan di Surabaya. Namun saya berharap, upaya penegakan tetap berkoordinasi dengan kepala daerah setempat. Karena itu inti dari desentralisasi,” ungkap pria yang akrab disapa Toni ini.
Seharusnya Satpol PP Jatim saat melakukan razia penegakan protokol kesehatan, tidak hanya berfokus pada Kota Surabaya saja, melainkan juga ke seluruh kabupaten/kota lainnya di provinsi Jawa Timur.
Apabila tindakan penegakan tidak berkoordinasi dengan kepala daerah setempat, maka dikhawatirkan akan memicu kecurigaan publik bahwa Satpol PP Kota Surabaya tidak melaksanakan tugasnya.
Apalagi, lanjut Toni, setiap kabupaten/kota masing-masing telah mengadakan kajian terkait penanganan Covid-19 di wilayahnya sesuai dengan kekhasan dan kearifan lokal. Maka tidak sama metode penindakan pelanggaran protokol kesehatan antara Surabaya dengan Sidoarjo, Malang, atau kota lainnya.
“Satpol-PP kan punya skala prioritas mana yang dilakakukan penindakan dan mana diberikan edukasi. Pentingnya lagi adalah menumbuhkan semangat kesadaran masyarakat untuk menerapkan 3 M. Maka terus sosialisasikan tanpa henti,” papar politikus partai Golkar ini.
Maka dari itu, lanjut dia sebagai anggota DPRD Surabaya, agar pihak Satpol-PP Jatim dapat berkoordinasi dengan Satpol-PP Kota Surabaya sebagaimana yang tertera pada Peraturan Gubernur Jatim Nomor 53 Tahun 2020 tentang penerapan protokol kesehatan yang sifatnya hanya sebagai koordinator dengan kewenangan daerah setempat. (B4M/*)