Lensa Parlemen l SURABAYA,
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus berupaya mencegah dan mengantisipasi terjadinya perundungan atau bullying di kalangan pelajar sekolah. Bahkan pencegahan itu dilakukan pemkot tak hanya dalam kategori perundungan fisik namun juga verbal.
“Buat saya ketika menyampaikan sesuatu saja (perkataan melukai), itu bisa menjadi perundungan,” kata Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, Selasa (3/10/2023).
Misalnya, Wali Kota Eri mencontohkan, seorang anak bernama A mengajak temannya B untuk tidak berteman dengan si C, Maka ajakan si A kepada B ini bisa dikategorikan dalam perundungan verbal kepada C. “Sehingga (perundungan) verbal-verbal itulah yang kita hilangkan di Surabaya,” ujarnya.
Wali Kota Eri mengakui, sebelumnya telah bertemu dengan para guru di sejumlah SD-SMP Surabaya. Pertemuan dengan guru itu bertujuan untuk menggugah hati nurani mereka agar bisa lebih dengan siswanya. Ini dilakukan sebagai upaya mencegah terjadinya perundungan verbal maupun fisik di kalangan pelajar.
“Saya nanti juga mengagendakan bertemu dengan semua guru di sekolah SD dan SMP bergantian melalui zoom dan langsung. Itu saya akan meminta semua guru setiap selesai mata pelajaran harus ada pesan-pesan kepada muridnya,” katanya.
Menurutnya, perundungan pelajar itu bisa terjadi karena faktor tidak adanya kedekatan antara guru dan siswa. Makanya, dalam pertemuan nanti, ia akan meminta para guru agar setelah selesai pelajaran dapat memberikan nasihat kepada para siswanya.
“Saya bilang, bu guru kalau bisa setelah mengajar anaknya dibilangi. (Misalnya), le kamu adalah anakku, saya doakan kamu jadi pemimpin. Nah, itu yang tidak pernah dilakukan sama seorang guru. Jadi sekarang kalau selesai pelajaran akademik langsung balik,” terangnya.
Dalam pertemuan sebelumnya, Wali Kota Eri juga mengungkap ada beberapa guru yang sampai menangis. Para guru itu menangis karena mengaku tidak pernah memberikan nasihat kepada muridnya setelah selesai pelajaran akademik.
“Ada beberapa guru yang sampai menangis, beliau mengatakan iya, kita tidak pernah melakukan hal yang seperti itu. Berarti apa? kedekatan guru dan muridnya ini berbeda,” ungkapnya.
Selain dengan para guru, Wali Kota Eri sebelumnya juga sempat bertemu dan menyampaikan hal yang sama dengan orang tua murid. Perasaan yang sama juga diungkapkan para orang tua dan mengakui kurang ada kedekatan dengan anak-anak mereka.
“Berarti saya bisa tarik kesimpulan, bahwa bullying ini terjadi karena karakter anak ini terbentuk, karena mungkin kecewa dengan orang tua, lingkungan atau tempat-tempat yang ada di sekitarnya,” tuturnya.
Wali Kota Eri menyampaikan, bahwa membangun Surabaya itu tidak bisa hanya dilakukan melalui pendidikan akademis. Namun membangun karakter kebangsaan dan kemanusiaan juga perlu dilakukan.
“Ini yang saya bangun di Surabaya dan tetap akan saya lakukan terus. Dan peran guru di sekolah sangat penting untuk membentuk karakter, juga peran Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) yang ada di masing-masing kampung,” jelasnya.
Untuk membentuk karakter anak Surabaya, Wali Kota Eri juga mengaku telah menginstruksikan lurah camat agar membentuk kegiatan-kegiatan positif di setiap Balai RW. Di sisi lain, ia juga meminta setiap wilayah itu dapat diketahui berapa masing-masing usia anak-anak muda termasuk dengan kegiatannya.
“Ini yang saya bentuk dengan lurah dan camat. Jadi tidak bisa menyelesaikan masalah dengan hukuman, dengan kekerasan itu tidak bisa. Tetap dengan ketegasan, tetapi dengan pendekatan nurani,” pungkasnya. (B4M)