LENSA PARLEMEN – SURABAYA
Anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya Legislator PDI Perjuangan, Baktiono, menegaskan pentingnya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar Kota Surabaya tidak terus bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat. Hal itu disampaikan Baktiono saat diwawancarai media lensaparlemen.id, Rabu (12/11/2025).
Menurutnya, ketergantungan terhadap dana pusat menjadi tantangan tersendiri karena pemerintah pusat saat ini masih dibebani berbagai tanggungan utang dan proyek besar warisan pemerintahan sebelumnya.
“Dana dari pusat itu banyak permasalahan yang harus diselesaikan, terutama untuk membayar utang-utang warisan Presiden Jokowi. Presiden Prabowo Subianto juga ikut bertanggung jawab atas beban itu, seperti proyek WHOOS, IKN, dan warisan besar lainnya,” jelas Baktiono.
Baktiono menilai, kondisi tersebut harus menjadi momentum bagi Surabaya untuk bangkit dan berinovasi dalam meningkatkan PAD. Ia menyebut, aset-aset milik Pemerintah Kota Surabaya yang belum dimanfaatkan secara optimal bisa menjadi potensi besar untuk digerakkan.
“Kita punya banyak aset yang belum dimanfaatkan. Aset-aset yang sudah diamankan harus dipublikasikan agar masyarakat tahu mana yang bisa disewakan, dikontrakkan, atau dikerjasamakan dengan investor,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemetaan potensi aset penting dilakukan agar investor dapat memahami nilai dan peluang kerja sama di Surabaya. Sebagai kota jasa, perdagangan, dan industri, Surabaya memiliki daya tarik tersendiri untuk investasi.
Terkait pajak daerah, Baktiono menyoroti perubahan perilaku masyarakat dan pelaku usaha di era digital. Menurutnya, pajak reklame tetap penting, namun pemerintah juga harus memahami bahwa para pengusaha kini lebih memilih media sosial sebagai sarana promosi karena lebih efisien dan menjangkau masyarakat secara langsung.
“Reklame tetap boleh, tapi sekarang para pengusaha lebih cerdik. Mereka lebih memilih media sosial karena biayanya murah dan jangkauannya luas,” katanya.
Baktiono mengingatkan bahwa sektor pajak hotel, restoran, hiburan, dan parkir merupakan sumber PAD terbesar yang harus dikelola dengan baik. Ia menegaskan, masyarakat umumnya tidak keberatan membayar pajak dari kegiatan konsumsi mereka, sehingga yang perlu diawasi adalah kepatuhan para pengusaha dalam menyetorkan pajak tersebut ke pemerintah daerah.
“Masyarakat tidak pernah mempermasalahkan pajak hotel atau restoran. Yang penting mereka dapat pelayanan baik dan harga terjangkau. Maka dari itu, pengusaha harus menyetorkan pajak titipan dari masyarakat ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) secara benar,” tegasnya.
Lebih lanjut, Baktiono menekankan pentingnya penerapan sistem pajak online yang transparan dan bisa diawasi langsung oleh masyarakat. Dengan melibatkan masyarakat sebagai pengawas, ia yakin potensi PAD Surabaya bisa meningkat hingga empat kali lipat.
“Sistem online harus diawasi warga. Kalau pengawasan ini berjalan, PAD bisa naik signifikan. Tapi kalau alat pemantau pajak tidak dipasang merata, pelaku usaha yang tidak terpantau tentu senang, sementara yang diawasi merasa dirugikan,” tuturnya.
Baktiono juga mengkritisi sistem self assessment dalam perpajakan daerah yang dinilainya tidak efektif karena memberikan keleluasaan bagi pengusaha untuk menghitung sendiri pajaknya.
“Self assessment harus mulai diganti. Kalau pengusaha menghitung sendiri, sudah bisa ditebak hasilnya tidak akan full dilaporkan,” pungkasnya.
Reporter: B4M
Editor: Redaksi Lensa Parlemen








