Lensa Parlemen l Surabaya, Ketua Komisi A Surabaya Pertiwi Ayu Krishna sambangi salah satu pengajar Al-Qur’an bertempat di Mushola Baitul Ihsan Kalibokor Kencana Gang 2 Surabaya yang kini tak dapat santunan pemerintah kota.
Sukirman bersama istrinya Siti Jumaroh mengabdikan diri mencerdaskan 65 generasi muda melalui jalur pendidikan agama, Selain sebagai pengajar ngaji Sukirman juga sebagai pembersih makam yang mendapatkan upah dari orang yang menitipkan makam untuk dibersihkan.
“Ya begini, kehidupan saya tiap hari bergantung pada urus makam. Selain itu juga kadang – kadang ada yang kasih rezeki lewat ajar ngaji, apalagi saya sudah 20 tahun lebih ngajar ngajinya,” ungkap Kirman, Jumat (9/12/2022).
Saat Covid-19 menghantam berbagai elemen. Hingga penetapan pandemi oleh pemerintah pusat membuat kondisi berubah. Terutama dalam penerapan jaga jarak (Physical Distancing) yang memaksa penerapan teknologi dibutuhkan dalam menjalankan sejumlah program khususnya yang mengharuskan tatap muka.
Namun hal ini dirasa membawa dampak positif tetapi selaras dengan dampak negatifnya. Mengakibatkan Sukirman tak dapat santunan pemerintah kota Surabaya karena kemampuannya yang tak dapat mengikuti perkembangan teknologi.
“Melalui aplikasi-aplikasi itu loh rumit gitu mas jadi ya gak bisa dapat bantuan. Kan, saya ini orangnya gaptek (red : gagap teknologi). Dulu juga pernah buat buka rekening bank Jatim bikin surat pertanyaan tidak memiliki NPWP jadi selama satu tahun sempat dapat bantuan itu sebelum pandemi Covid-19,” ujarnya.
Sementara itu dalam menerima keluhannya Ketua Komisi A DPRD Surabaya Pertiwi Ayu Krishna mengaku prihatin karena masih adanya warga kota pahlawan yang mengalami kendala hingga intervensi tak dapat diterima. Meski sudah di era digital, dia berharap program pemkot digital pembelajaran mengaji bisa disesuaikan kondisi di lapangan juga.
“Mau gak mau sekarang ini semua sudah digital jadi harus mengikuti aturan. Hanya saja dengan adanya berbagai pertimbangan kita tetap akan sambung lidahkan (red: menyampaikan) ke pemerintah kota. Agar adanya operator – operator yang dapat membantu mereka – mereka yang tidak memiliki jalur kesana,” terangnya.
Menurutnya, jangan sampai hanya karena pengajar ngaji yang kurang paham secara digital hingga tak memiliki sumber daya perlengkapan digital, tidak mendapat intervensi pemkot. Misal, honor.
“Kasihan juga sudah 20 tahun mengajar ngaji tapi tidak mendapatkan honor. Pak Kirman ini juga menyambi sebagai tukang bersih-bersih makam di TPU Ngagel,” jelas Ketua Srikandi Pemuda Pancasila Surabaya itu. (B4M)