Lensa Parlemen l Surabaya – Komisi A DPRD kota Surabaya Gelar dengar pendapat (Hearing) bersama Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Udara (TNI-AU) Komandan Lanud Muljono, Kolonel Pnb Moh Apon., S.T., MPA didampingi staf aset, staf hukum, dan warga Rumah Dinas (Rumdis) Simogunung terkait Penertiban Rumdis TNI AU di Simogunung, di gedung kantor DPRD Surabaya lantai 3, Jl. Yos Soedarso Surabaya, Kamis siang, (9/6).
Rapat dengar pendapat dipimpin wakil ketua Komisi A DPRD Surabaya Camelia Habiba didampingi sekretaris Komisi A Budi Leksono dan Anggota Komisi A Imam Syafi’i, Ghofar Ismail, dan Josiah Michael, yang dihadiri oleh perwakilan BPN, Lurah Putatjaya, Camat Sawahan, beserta Ketua RW, Ketua RT dan perwakilan warga Rumdis Simogunung Surabaya.
Diskusi dimulai dari Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya Camelia Habiba, bahwa adanya pengaduan masyarakat terkait dengan Penertiban Rumdis Simogunung yang dilakukan TNI AU, Lanud Muljono.
Pada satu sisi, warga mengklaim bahwa komplek Simogunung merupakan hak mereka. Namun, pada kenyataannya gugatan warga kalah sampai ke tingkat Kasasi dan putusan MA pada tahun 2015 nomor 61 K/Pdt/2015 memutuskan bahwa Komplek Simogunung merupakan aset milik Dephan Cq TNI AU.
Danlanud Muljono menjelaskan bahwa segala tindakan penertiban memang harus dilakukan karena Rumdis Simogunung merupakan Aset Dephan Cq TNI AU sesuai dengan Putusan MA tersebut.
Sebelum pelaksanaan penertiban, Lanud Muljono sudah sering memberikan peringatan terhadap warga. Namun tidak pernah diindahkan. Oleh karena itu, operasi penertiban rumdis dilaksanakan.
Danlanud berkata, “Sudah bertahun tahun yang lalu pihak Lanud Muljono mengirimkan surat peringatan kepada warga namun tidak pernah dipedulikan, kami juga sudah menempuh usaha dialog, warga juga tidak mau mengikuti apa yang telah menjadi ketentuan hukum, maka kami lakukan tindakan tegas.”
Danlanud menjelaskan, “Kami melakukan ini bukan semena mena, melainkan semua sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Ini adalah aset negara, rumah dinas merupakan aset negara yang notabennya hanya diperuntukan bagi personel aktif. Kami menemukan beberapa pemanfaatan aset yang tidak sesuai peraturan seperti rumah dikontrakan ke orang lain dan menjadi tempat usaha. Oleh karena itu kami ingin menegakkan peraturan,” Tegas Danlanud.
Danlanud menambahkan, “Kami masih memberikan kebijakan bagi para purna dan warakawuri untuk tetap tinggal di rumah dinas sampai dengan meninggal asal mengajukan Surat Ijin Penghunian ke Lanud, khususnya bagi yang belum mempunyai tempat tinggal di luar komplek. Bagi putra dan putrinya diberi waktu maksimal 2 tahun. Apabila pengajuan surat ijin penghuni (SIP) tidak dilakukan maka akan dilakukan pengosongan rumah.”
Diakhir diskusi, pimpinan sidang memohon kepada Danlanud untuk menambah tempo pengosongan rumah sampai dengan akhir Juni dan bagi rumah yg telah diputus listriknya untuk disambungkan kembali.
Untuk menjaga kondusifitas lingkungan Danlanud menyetujui usul pimpinan sidang. Namun upaya mediasi yg dilakukan Komisi A DPRD tersebut ditolak oleh warga, sehingga keputusan tenggang waktu penertiban rumah dinas diserahkan kembali kepada Danlanud.
Sementara itu, Anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, Imam Syafi’i mengatakan, pihaknya tidak bisa mencampuri persoalan sengketa tersebut, karena sudah inkrah. DPRD adalah lembaga politik yang tidak memiliki kewenangan jauh terhadap produk hukum.
“Kami menemukan fakta ternyata kasus ini sudah ada putusan yang inkracht dari Mahkamah Agung, terkait gugatan warga terhadap hak pakai lahan (HPL) 03 yang dipersoalkan oleh warga. Karena ini putusannya sudah inkrah, tentu saja kami tidak bisa mencampuri di persoalan hukum,” ujarnya, usai hearing.
Imam mengatakan, Komisi A meminta maaf kepada warga karena pihaknya hanya bisa membantu warga pada tahapan ini.
“Nanti jika kemudian ada bukti-bukti atau petunjuk baru untuk menggugat terhadap keputusan MA, kami ingin membantu warga yang seoptimal mungkin, semampu kami,” pungkasnya. (B4M)